Powered By Blogger

Rabu, 28 April 2010

Kisah Sebuah Kota

:Mengenang gejolak reformasi



Kota itu tak pernah lagi tidur setelah pembakaran dan pembunuhan bersaing dengan lagu-lagu pop merebut puncak tangga hits. Berita kerusuhan berdarah -- dengan sedikit bumbu pedas -- menjadi barang dagangan laris yang mendongkrak omzet penjualan koran. Di situ pula kota terpampang di halaman depan dengan wajah resah dan kurang darah.

Ini masa reformasi. Tapi bukan karena itu hingga kota bermuram durja. Tak lagi mampu menuliskan daftar panjang nama korban mati membusuk. Bukan karena itu hingga kota berduka. Barisan warga bergerak mengungsi dengan pikulan beban ketakutan penuh teror dan ancaman tanpa kepastian perlindungan keamanan. Bukan karena itu. Tapi lantaran tak pernah terwujud reformasi itu. Hanya tambal sulam seraya mencari celah.

Reformasi. Mungkin cuma tetap seteriak slogan. Sebatas mimpi. Sementara kota tak pernah lagi tidur.

Senin, 19 April 2010

Spanduk Demonstrasi

akhirnya kita hanyalah
teriakan-teriakan serak
mikrofon parau
ban-ban terbakar dan jalan yang macet

mereka tetap korupsi
nyaman dalam azas
praduga tak bersalah
di dalam ruang kerja yang sejuk
menyusun program pembangunan
rumah mewah mereka
pengembangan tanah pertanian pribadi
dan peningkatan kesejahteraan perut mereka

kita hanyalah spanduk-spanduk demonstrasi
dalam negara yang merasa demokratis

Debu

debu adalah sajak yang
ditulis angin
bacalah sebait yang
menempel di kulitmu

Aroma Musim Hujan

kuhirup aroma musim hujan
di malam yang basah
dan kembali datang kenangan
hangatnya secangkir kopi yang kau seduh
di senja teduh

angin dingin mempermainkan sunyi
dan rindu rupanya tak pernah berubah sifat
senantiasa seperti kanak-kanak
merengek minta dibelikan coklat
tapi tak ada toko yang buka selarut ini
tinggallah diskotek dan apotek
menyediakan pil penenang
sementara diriku sendiri
berharap sangat
terdampar di atas komedi putar

mungkin ada sekaleng racun serangga
untuk membasmi kanak-kanak
yang terus merengek minta coklat
di malam mustahil ini

tapi aroma musim hujan selalu menghidupkan
kenangan pada hangatnya secangkir kopi
di senja yang jauh

akh, aku benci benar pada rasa rindu
yang tak mati-mati