Powered By Blogger

Jumat, 15 Oktober 2010

Lampu Teras dan Hujan Deras

Tak pernah ada siapa pun di teras
Hanya angin dan hening
Tapi lampu senantiasa menyala sepanjang malam
Cahayanya hendak kalahkan gelap yang mengendap mendekat

Suatu malam hujan deras
Ada gaduh keras pertengkaran di ruang tengah
Sesudahnya, seseorang melintas teras yang terang
Lalu berlari menembus hujan
Hilang diterkam gelap

Sejak itu, seseorang yang lain menyanyi dan meracau di ruang tengah sepanjang waktu
Lampu teras tak akan pernah lagi menyala
Hanya lengang dan kenang

Teras itu sudah dikalahkan gelap




Makassar, 14 Oktober 2010

Sabtu, 02 Oktober 2010

Mata Pena

pena ini
sebentar lagi
menjadi badik
mencabik

kata-kata diasah
dari mata basah
segala luka parah
berdarah

para pengkhianat
terus merampok
lalu mencuci tangan
dari air liur penjilat
yang berkeliaran dalam televisi dan koran

tanah-tanah jelata
becek dan berlumpur
menghirup udara getir
bercampur bau luapan comberan
sesak nafas terhimpit
dalam petak-petak gubuk sempit

para pengkhianat
terus mencekik
bermesraan
dengan pemegang senjata
dan bokong-bokong di kursi empuk
sementara kaum pintar
onani sambil mendesis
di atas kertas tesis
dan analisis

Lembar-lembar hidup jelata
rapuh menanti lumpuh
kering jadi kerupuk
basah jadi lapuk

pena ini
sebentar lagi
menjadi badik
mencabik

mata pena ini
mata jelata
mata badik
membidik
pengkhianat amanat




Makassar, 03 Oktober 2010

Senin, 09 Agustus 2010

Jam Besuk

separah apakah sakit negeri ini
sudah habis berbotol-botol cairan infus
dari keringat, air mata, dan darah
dikirim oleh cangkul petani, jala nelayan, bahu buruh, gerobak trotoar

sakitnya enteng saja, kata dokter
seringan tabung gas tiga kilogram
yang menyusupkan teror di atas tungku kemiskinan
sementara di luar pintu kamar gawat darurat
mereka yang tanpa uang tunai
mengusap nyawa dengan jemari gemetar




Makassar, 9 Agustus 2010

Api Herakleitos

Semua berlalu
Semua mengalir
Dan waktu terus bekerja;
memecahkanku lalu
membentukku dengan
keping-keping baru
Aku senantiasa menjadi dan menjadi
Terus menjadi dan baru

Pantarei
Aku gelisah dalam proses kejadian
tak berkesudahan
Logos
Pikiran adalah hukum dunia
Dan aku terus mengembara dan berubah
Menjadi binatang atau apa saja

Hai, Herakleitos!
Aku mencarimu dalam kobaran api
Dan kau berseru dengan serak purba,
"Api membakar. Semua bertukar menjadi api,
dan api bertukar menjadi semua."
Dan, hai, Herakleitos!
Dalam kobaran api
kau bertukar menjadi arang

Dan waktu yang tak kuhitung
menjelma kobaran api
Melahap rakus sekujur tubuhku
Tiba-tiba aku renta
menyisakan puing-puing hidup
Kosong dan gosong




Makassar

Kamis, 05 Agustus 2010

Mulai Hari ini Kita Tak akan Bertemu Lagi

Mulai hari ini kita tak
akan bertemu lagi
Sebab musim tlah
beranjak pergi
Menuju tanah yang lain
dan menciptakan lagi
orang-orang lain
untuk dipertemukan


Kita telah kehabisan
waktu
Berjalan-jalan di
sepanjang usia remaja
membuat janji
pertemuan di taman
kota
Lalu di malam hari kita
mencoba memahami
hidup
dari sudut pandang
anak muda penuh
fantasi


Tak ada kesalahan di
masa lalu
Ketika kita
mengakuinya di masa
kini
Hidup berlangsung dari
satu tikungan
ke tikungan yang lain
Tak pernah bisa diduga
hadangan
di balik tikungan
berikutnya


Dan mulai hari ini kita
tak akan pernah
bertemu lagi
Bukan karena kita
telah berpisah
Namun telah tiba
musim yang lain yang
menciptakan kita
untuk saling menjalani
kehidupan sendiri

Jumat, 30 Juli 2010

Sebelum Senja

Kita pernah
bertatapan
Tak tahu apa bergolak di
lautmu
Perahu kertas sarat
tanya
Selalu menepi pantai

Sekali ini kuciptakan
sajak
Pemberitahuan
gejolak lewat angin
Belum terkirim,
Koyak dalam remasan

Aku berharap angin
mengerti
Sebab desah resah
nafas
Bersatu dalam
hembusan
Gugahlah isi lautnya
Lewat terpaan pada
nyiur

Sebelum senja,
Sangat ingin kutahu
Apa terjadi di lautmu
Agar malam datang
Tak ragu lagi
Berlayar
Atau tidak sama
sekali



Makassar

Kamis, 29 Juli 2010

Keranjang Sampah

istriku,
kau mengambil keranjang
mengumpulkan serakan sampah
aku menyuruhmu ke ranjang
menampung birahi tumpah

istriku,
kau keranjangku
aku sampahmu






Makassar, 29-07-2010

Rabu, 21 Juli 2010

Angin Berangkat ke Tenggara

angin berangkat ke tenggara
menyeret desis risau
daun-daun merunduk
dan tanah sembab
oleh tetes duka embun

perjalanan hidup yang berat
menuju batas usia
debu-debu mengambang
di atas kepala yang bimbang

seonggok puisi
di masa yang ranum
menjadi api berdiang
di musim yang giris

jiwa telah kehilangan pelita
dalam masa yang suram
kupu-kupu beranjak
meninggalkan kota

kemana mencari senyum matahari
bumi pun enggan bercumbu lagi





Makassar

Senin, 05 Juli 2010

Menonton Televisi

teruslah berkasih-kasihan dalam televisi itu
ruang tengah telah siap jadi kolam kesedihan
selama enam puluh menit
sebab bukankah cinta
satu samudra haru semata

ini, kukirimkan skenario dan air mata
buat sejoli bercinta
sebelum sinetron menciptakan dunia tangis
tersendat-sendat di antara iklan
sementara televisi lain sudah retak patah hati

ingatlah, adikku, cinta menjadi rombengan
saat kau lepas pita putih rambutmu
untuk seorang yang senang nonton

Sabtu, 12 Juni 2010

Senandung Kesunyian

dengarlah
kesunyian bersenandung di malam buta
di antara daun-daun dan titik embun
terjaga oleh angin yang risau
di situ kukenang kembali lambaian kerudungmu
yang memelihara kilau rambutmu

aku mungkin jatuh cinta padamu
seperti dalam novel dan sinetron itu
dan rinduku adalah kepastian ajal yang menanti nyawamu

dan seperti kesunyian itu juga
aku bersenandung sendiri
memungut waktu-waktu yang gugur
berjatuhan di malam tak bermusim
dan bulan yang luruh di pangkuan telaga itu
adalah cerita lain lagi
di situ ia bernyanyi dengan sinarnya
yang basah oleh air mataku
yang luput dari usapan
mengalir ke telaga

sayangku, aku mencintaimu
seperti risau angin
yang enggan berpisah dengan senandung kesunyian
kerudungmu yang memelihara kilau rambutmu
terus memanjang hingga ke mimpi-mimpiku

Rabu, 19 Mei 2010

Nyanyian Dedaun

dawai gitar menyusupkan getarnya di antara
angin malam berhujan
mengiringi nyanyian dedaun
sesekali menari
sesekali berbisik
tentang kebekuan

selalu saja begitu
akhirnya lentera tiba waktu untuk padam
mempersilakan gelap yang terkuap-kuap membentangkan kelambu
tapi dawai gitar terus menyusupkan getarnya
sebab angin tak pernah lelah
tak pernah menyerah
terus menderu
berharapan

dan dawai gitar akan tetap bergetar
setia mengiringi nyanyian dedaun
hingga ke ujung nafas nada

Rabu, 28 April 2010

Kisah Sebuah Kota

:Mengenang gejolak reformasi



Kota itu tak pernah lagi tidur setelah pembakaran dan pembunuhan bersaing dengan lagu-lagu pop merebut puncak tangga hits. Berita kerusuhan berdarah -- dengan sedikit bumbu pedas -- menjadi barang dagangan laris yang mendongkrak omzet penjualan koran. Di situ pula kota terpampang di halaman depan dengan wajah resah dan kurang darah.

Ini masa reformasi. Tapi bukan karena itu hingga kota bermuram durja. Tak lagi mampu menuliskan daftar panjang nama korban mati membusuk. Bukan karena itu hingga kota berduka. Barisan warga bergerak mengungsi dengan pikulan beban ketakutan penuh teror dan ancaman tanpa kepastian perlindungan keamanan. Bukan karena itu. Tapi lantaran tak pernah terwujud reformasi itu. Hanya tambal sulam seraya mencari celah.

Reformasi. Mungkin cuma tetap seteriak slogan. Sebatas mimpi. Sementara kota tak pernah lagi tidur.

Senin, 19 April 2010

Spanduk Demonstrasi

akhirnya kita hanyalah
teriakan-teriakan serak
mikrofon parau
ban-ban terbakar dan jalan yang macet

mereka tetap korupsi
nyaman dalam azas
praduga tak bersalah
di dalam ruang kerja yang sejuk
menyusun program pembangunan
rumah mewah mereka
pengembangan tanah pertanian pribadi
dan peningkatan kesejahteraan perut mereka

kita hanyalah spanduk-spanduk demonstrasi
dalam negara yang merasa demokratis

Debu

debu adalah sajak yang
ditulis angin
bacalah sebait yang
menempel di kulitmu

Aroma Musim Hujan

kuhirup aroma musim hujan
di malam yang basah
dan kembali datang kenangan
hangatnya secangkir kopi yang kau seduh
di senja teduh

angin dingin mempermainkan sunyi
dan rindu rupanya tak pernah berubah sifat
senantiasa seperti kanak-kanak
merengek minta dibelikan coklat
tapi tak ada toko yang buka selarut ini
tinggallah diskotek dan apotek
menyediakan pil penenang
sementara diriku sendiri
berharap sangat
terdampar di atas komedi putar

mungkin ada sekaleng racun serangga
untuk membasmi kanak-kanak
yang terus merengek minta coklat
di malam mustahil ini

tapi aroma musim hujan selalu menghidupkan
kenangan pada hangatnya secangkir kopi
di senja yang jauh

akh, aku benci benar pada rasa rindu
yang tak mati-mati

Selasa, 23 Februari 2010

Menjeda Waktu

tunggu sebentar
aku sedang keluar
dari arloji
dari kalender
melintasi jalan
tanpa ramburambu
tanpa lampu lalulintas

tunggu sebentar
aku sedang melangkah
tanpa jejak
tanpa usia